Sang Penggenggam Dunia
Kebahagiaan orang tua adalah ketika anaknya lahir ke dunia dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Jumat, 24 Agustus 2001, tepat sebelum raja siang mencapai titik tertingginya, lahir seorang putra bernama Umar Bil Amri. Buah hati pertama dari pasangan Bapak Karman dan Ibu Junah. Tangisan bahagia sontak bergemuruh di ruangan yang menjadi saksi bisu kedatangannya ke dunia. Umar adalah panggilan akrabnya. Harapan kedua orang tuanya kelak ia akan menjadi pemimpin yang bisa membawa perubahan besar menuju kejayaan.
Umar tinggal di Perumahan Gang Musala Al Hikmah, Jakarta Selatan, daerah yang cukup strategis untuk menunjang kehidupan. Banyak fasilitas seperti sekolah, mini market, tempat beribadah, dan fasilitas umum lainnya bergerak di sana. Hidup bersama kedua orang tuanya, Umar tumbuh dan berkembang dengan penuh balutan kasih sayang. Ayahnya selalu menasehatinya agar rajin beribadah, berperilaku jujur, dan berbuat baik terhadap sesama. Itu lah yang membentuk karakter Umar menjadi pribadi yang baik.
Ketika berusia empat tahun, Umar mulai memasuki ranah pendidikan. Orang tuanya memasukkan Umar ke TPA Nurul Huda yang berlokasi dekat dari rumah. TPA Nurul Huda merupakan lembaga pendidikan yang berfokus dalam membina dan menerapkan ajaran tentang Al-Quran. Pada masa ini lah Umar mendapat berbagai pelajaran bermanfaat, pembinaan akhlak, dan teman-teman baru. Selain itu, Umar juga belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan suasana yang baru. Pendidikan di TPA sangat berkesan baginya. Sifat anak-anak masih melekat dan mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang ia mau. Umar merasa merdeka dan nyaman belajar dengan kondisi seperti itu. Dengan perbekalan yang cukup ini, orang tuanya berharap ketika masuk ke TK, Umar sudah bisa membaca, menulis, dan memiliki ilmu yang lebih sehingga dapat membantu mempercepat proses pemahamannya nanti.
Tahun 2006, ia masuk ke TK Islam Amalina yang berlokasi dekat dari rumahnya. TK Islam Amalina ini menggunakan standar belajar berdasarkan kementrian pendidikan dan ajaran agama Islam. Fasilitas di TK Amalina ini mendukung tumbuh kembang Umar. Ia merasakan kenyamanan dan kebahagiaan saat belajar ditambah dengan fasilitas area permainan anak-anak yang bersih. Berhubung jarak yang ditempuh cukup jauh, maka Umar diantar dan dijemput oleh pengasuhnya. Jika untuk menyebrangi jalan, satpam sekolah yang membantunya. Setelah dirasa cukup berani dan hafal dengan medan, ia pun mencoba untuk pulang ke rumah sendirian. Berkat ilmu yang sudah didapatkannya terlebih dahulu di TPA, Umar hanya menjalani TK selama satu tahun.
Ada suatu insiden yang tidak terlupakan bagi Umar pada saat TK. Berawal ketika Umar menyadari jarak antara rumah dan TK nya cukup jauh bila ditempuh dengan jalan kaki, maka timbul minat Umar untuk belajar sepeda. Kedua orang tuanya dengan sigap membelikan sepeda untuknya belajar. Kebetulan, di dekat rumahnya, terdapat lapangan yang terbilang luas dan cocok digunakan untuk belajar sepeda. Ditemani oleh saudaranya, ia bergegas untuk memanfaatkan waktunya. Jalanan lurus merupakan hal yang diperlukan untuknya saat belajar sepeda. Hari itu jalanan terlihat lenggang dan kosong, maka Umar mencoba untuk menambah kecepatan laju sepedanya. Tanpa disadari olehnya, muncul tukang jamu yang membawa jualannya dari arah yang berlawanan. Umar terkejut setengah mati, dengan sigap tangannya refleks menarik tuas rem. Dari jauh saudaranya berteriak, “Awas, ada tukang jamu!” Teriak Aldi. Namun apa daya semua sudah terlambat, Umar yang belum mahir mengendarai sepeda harus menelan pil pahit menabrak tukang jamu pada latihan perdananya.
“Kalau naik sepeda hati-hati, Nak…,” lirih tukang jamu kesakitan.
“M-m-maaf, Bu. Saya tidak sengaja menabrak ibu,” ucap Umar memelas meminta maaf.
“Untung dagangan saya tidak apa-apa. Hanya kaki saya yang sakit,” rintih tukang jamu.
“Maafkan saudara saya ya, Bu, dia sedang belajar mengendarai sepeda,” timpal Aldi.
“Lain kali, jaga baik-baik dia. Jangan sampai seperti ini lagi,” saran tukang jamu.
Untungnya, tukang jamu tersebut masih mau memaafkan Umar karena merasa kasihan melihatnya yang baru belajar mengendarai sepeda.
Lepas dari kehidupan TK, Umar melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 02 Pondok Tebu. Alasannya memilih sekolah ini karena selain lokasinya yang strategis, biaya yang dikenakan juga relatif murah. Pada masa SD ini, mulai terlihat potensi IT yang dimilikinya. Melalui video yang dibuat, Umar menunjukkan kebolehannya. Bukan hanya video, Umar juga dapat mengoperasikan komputer melebihi temannya yang lain. Suatu hari, Umar datang ke ruangan komputer untuk memasukkan gim di salah satu komputer. Hari berikutnya, ia kembali melakukan hal yang sama. Berawal dari itu lah, gurunya menyadari ada bakat IT pada diri Umar.
Masa SD banyak kejadian tak terlupakan yang dialami oleh Umar. Suatu hari, ia sedang berjalan menuju ke rumahnya. Namun di tengah perjalanan, ada satu hal yang menarik pandangannya, pohon mangga. Buah yang sudah matang pada pohon itu seperti memanggil Umar untuk mengambil salah satunya. Ia mulai memutar pikiran memikirkan cara untuk mendapatkan mangga tersebut. Kebetulan di sampingnya ada beberapa batu yang dikira cukup untuk membuat salah satu mangga jatuh ke genggamannya. Diambilnya batu tersebut dan diarahkan ke pohon. Nahas, lemparannya meleset dan memecahkan lampu jalanan. Sontak Umar panik dan menangis. Ia lari ke rumah dengan air mata menetes di setiap jalan yang dilewatinya. Beruntung, ayahnya dengan sigap membenahi lampu jalanan tersebut.
Umar sudah mulai kenal warnet (warung internet) sejak SD. Ia sering menghabiskan waktunya untuk bermain gim online. Suatu hari, Umar yang sudah mahir mengendarai sepeda berangkat menuju warnet. Sesampainya di warnet, ia parkirkan sepeda tersebut dan bergegas menuju ke dalam. Dua jam dihabiskannya di depan komputer untuk bermain gim. Setelah itu, ia langsung bergegas pulang. Sudah setengah perjalanan, ternyata ia baru ingat sepedanya masih terparkir di warnet, tanpa piker panjang langsung bergegas mengambil sepedanya.
Melihat anaknya yang mulai kecanduan dengan gim online, orang tua Umar mengambil sikap dengan membelikannya komputer. Tujuannya agar Umar tidak perlu menghabiskan waktunya di warnet, sekarang dapat dilakukan di rumah. Itu lah komputer pertama yang Umar miliki.
Tiba ketika Umar duduk di kelas 3 SD. Tiga tahun sudah dilewatinya di SDN 02 Pondok Tebu. Banyak kegiatan, pelajaran, dan agenda yang telah dilaluinya.
Pagi itu Umar lalui dengan semangat mempersiapkan diri untuk aktivitas sekolah. Seperti biasa, ia berangkat mengendarai sepedanya. Hari berjalan begitu cepat. Jam sepuluh, ada panggilan untuk Umar melalui guru piket. Panggilan tersebut menyatakan Umar diperintahkan untuk pulang ke rumah lebih awal dari biasanya. Tanpa piker panjang, ia langsung bergegas.
Sesampainya di depan rumah, ia bingung seperti anak ayam kehilangan induknya melihat banyak orang yang lalu-lalang di rumahnya. Bendera kuning berkibar tepat di halaman rumah. Umar mulai merasakan firasat yang tidak enak. Benar saja, saat masuk, ia melihat ibunya yang sudah terbujur kaku dengan wajah pucat pasi dan kondisi sudah dikafani. Bagai petir di siang bolong, ternyata perintah untuk pulang itu adalah ibunya yang telah tiada. Umar muda tidak kuat membendung air mata dan perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh ibunya yang mulai mendingin, semakin dingin, hingga Umar merasakan cahaya hidupnya sirna perlahan. Ibu yang telah merawat, mengasuh, dan membina sejak kecil kini sudah pergi untuk selamanya. Kehilangan sosok ibu, membuat Umar sangat terpukul dengan keadaan dan berpikir dunia sudah berhenti hari itu.
Enam tahun pendidikan SD dijalaninya dengan lancar. Tiba lah saat menjelang ujian nasional. Umar mempersiapkan diri dengan maksimal. Hari-harinya diisi dengan belajar dan belajar. Hasilnya, saat ujian nasional datang, ia dapat menyelesaikannya dengan baik. Terbukti dari NEM (Nilai Ebtanas Murni) 27,5 diperoleh berkat kerja kerasnya. Namun, Umar merasa ada kejanggalan dengan hasil tersebut.
Umar menyadari bahwa hampir satu angkatan memperoleh NEM di atas 27. Suatu hasil yang fantastis bagi sekolah. Ia menduga ada yang salah dengan penilaian dari pihak internal terhadap nilai ujian nasional SDN 02 Pondok Tebu.
Lepas dari SD, Umar melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 12 Jakarta Selatan. Alasannya memilih SMPN 12 karena ada saudara yang juga menimba ilmu di sekolah tersebut. Selain nilai yang memenuhi, faktor rayon/daerah juga mendukung Umar masuk ke SMPN 12 Jaksel. Jaraknya yang cukup jauh membuat Umar harus menggunakan sepeda motor untuk sekolah setiap harinya. Berbekal pelajaran mengendarai sepeda motor oleh ayahnya sebelum masuk SMP, Umar pun sudah berani mengendarai sepeda motor sendiri ke sekolah.
Masa SMP ini banyak memberi perubahan bagi kehidupan Umar. Ia mulai memasuki organisasi. Organisasi yang dipilihnya yaitu Rohis (Rohani Islam). Di Rohis lah ia mulai aktif dengan berbagai kegiatan yang sudah diagendakan. Seiring berjalannya waktu, tanpa diduga Umar menjadi salah satu kandidat untuk menjadi ketua Rohis. Umar bersaing dengan 2 kandidat lainnya. Berdasarkan latar belakang islami dan religius, terpilihlah Umar menjadi ketua Rohis SMPN 12 Jaksel. Hal baru bagi Umar menjadi ketua dalam suatu organisasi. Berkatnya, Rohis berkembang pesat.
Menginjak kelas 8, Umar mulai terjun ke dunia blog. Usaha ini ia tekuni hingga kurang lebih satu setengah tahun. Dari sini lah ia mendapatkan penghasilan rutin setiap bulannya. Penghasilan tersebut digunakan untuk membantu orang tuanya dan juga memenuhi kebutuhan pribadi. Namun sayang, ia berhenti saat menjelang ujian nasional.
Masa SMP dilalui Umar dengan tanpa masalah. Umar melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1. Ia memilih SMAN 1 karena awalnya untuk motif jaga-jaga seandainya tidak masuk ke SMAN 90 Jakarta. Namun, Qadar Allah menentukan Umar lebih cocok untuk masuk ke SMAN 1. Dengan NEM mencapai 36, Umar masuk ke kelas CI (Cerdas Istimewa), kelas yang berisikan orang-orang jenius di atas rata-rata. Umar bertemu suasana dan kawan baru dengan berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda.
Memasuki kelas 10, awal masa SMA dimulai, Umar langsung menunjukkan kebolehannya dengan menjuarai kompetisi blog tentang fisika se-Indonesia. Berbekal bantuan dari guru pembimbing yaitu guru komputer SMAN 1, Umar berhasil meraih peringkat satu. Prestasi tersebut semakin menunjukkan potensi dan bakat yang dimiliki oleh dirinya. Potensi terpendam yang tidak tersalurkan selama menjalani pendidikan di SD dan SMP.
Tidak berhenti di situ, Umar kembali menjuarai lomba web design di SMK Bina Informatika se-Jakarta Selatan. Prestasi ini diraihnya saat menduduki kelas 11, selisih satu tahun dari yang sebelumnya.
“Ayah berpesan sama kamu, jangan terlalu berbangga dengan apa yang kamu dapat, karena di atas langit masih ada langit,” pesan Ayah.
Perkataan itu lah yang selalu teringat dalam benak Umar ketika ia meraih suatu prestasi. Ia bersyukur kepada Allah terhadap apa yang didapatnya. Tidak pernah sekalipun Umar membanggakan prestasinya karena ia sadar bahwa di atas langit masih ada langit. Selalu bertawakal kepada Allah dan menuruti perintah orang tua untuk meraih kesuksesan.
Selain di bidang IT, Umar juga mendirikan suatu organisasi dengan singkatan GYM (Gerakan Yuk Mentoring). Organisasi ini berlatar belakang islam dengan tujuan menjadikan anak muda lebih bermanfaat kegiatannya dengan cara islami. Di mentori langsung oleh Kak Maliq, Mentor Teladan Indonesia. Awalnya organisasi ini hanya beranggotakan lima orang dari SMPN 12, namun kini sudah mencapai tiga puluh orang. Umar berharap dengan adanya organisasi ini, para pemuda lebih tergerak untuk menggiatkan kegiatan mentoring sebagai pemenuhan kebutuhan rohani secara islami.
Qadar Allah kembali menjodohkan Umar dengan Rohis. Tanpa diduga, Umar terpilih menjadi ketua Rohis SMAN 1. Berbekal pengalaman menjabat menjadi ketua Rohis di SMPN 12, seharusnya bukan lah hal yang sulit baginya untuk mengulangi di SMA. Namun, perbedaan mulai dirasakan oleh Umar. Jika di SMA, organisasi benar-benar dilepas oleh pembina, membiarkan kepengurusan menjalankan hak otonomi untuk menjalankan organisasi tesebut. Hal itu yang menjadi tantangan bagi Umar sebagai ketua.
Menginjak kelas 12, pikiran Umar mulai terbuka tentang cara menghadapi masalah. Seluruh permasalahan yang silih berganti datang dapat diselesaikan dengan baik. Umar mulai tumbuh dewasa. Perlahan, kepribadian religius sudah melekat erat padanya. Ia benar-benar mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam pada kehidupannya. Ia berharap semua itu dapat memberikan manfaat bagi diri dan lingkungan sekitar.
Berbekal potensi IT yang dimilikinya, Umar berniat untuk melanjutkan jenjang pendidikan di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dengan mengambil jurusan Sistem Informasi. Namun, kedua orang tuanya tidak bisa melepasnya jauh, sehingga ia memutuskan untuk memilih UI atau UIN sebagai pelabuhannya. Harap penuh doa selalu dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa.
Itu hasil dari karya teman admin. Silakan gunakan untuk diambil contohnya. Jangan gunakan sebagai contekan dan kecurangan lainnya. Mohon untuk menghormati pembuat ya sobat pintar.
Semoga bisa bermanfaat. Bagikan juga ke teman-temanmu agar mereka juga tahu.
Umar ceritanya sangat membuatku terkesan, di tunggu cerita selanjutnya
BalasHapus